Ingin Hasilkan Karya Terbaik, Jurnalis Wajib Taat Kode Etik dan Asah Keterampilan
Pelatihan
Penguatan Kapasitas Jurnalis digelar AJI Kota Lhokseumawe, Sabtu (17/7/2021) (Dok. AJI Lhokseumawe) |
Hal itu disampaikan Zainal Bakri, mantan Ketua AJI Lhokseumawe, saat tampil
sebagai pemateri Pelatihan Penguatan Kapasitas Jurnalis digelar AJI Kota
Lhokseumawe, di Kampus Pascasarjana Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe,
Sabtu, 17 Juli 2021. Mantan jurnalis Tempo itu memaparkan tentang "Kode
Etik AJI dan Kode Perilaku AJI, serta Aplikasi Misi AJI dalam Liputan",
yang dipandu Zulfikri Yasin, jurnalis RRI.
Baca juga: Lawan Pelemahan KPK, AJI Lhokseumawe Gelar Nobar KPK 'The End Game’
Zainal Bakri menegaskan Anggota AJI Lhokseumawe harus
menjunjung tinggi Kode Etik AJI dalam peliputan berita. Terlebih bagi jurnalis
muda sangat penting memperdalam ilmu jurnalistik agar tidak salah arah ketika
berkecimpung di dunia pers.
"Memang ada istilah kebebasan pers, tetapi bebas yang
bagaimana, itu perlu dipahami betul oleh jurnalis. Kalau dari segi menggali
informasi untuk kepentingan publik, itu jelas ada kebebasan dengan cara-cara
yang baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku (UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik),"
kata Zainal Bakri.
Namun, lanjut Zainal, apabila jurnalis memanfaatkan
kebabasan pers tersebut untuk kepentingan pribadinya, itu jelas melanggar Kode
Etik Jurnalistik. "Bagi jurnalis Anggota AJI, hal itu termasuk pelanggaran
Kode Etik dan Kode Perilaku AJI. Tentu akan dikenakan sanksi, karena organisasi
ini memiliki aturan tersendiri bagaimana mengaplikasikannya di lapangan,"
tuturnya.
Pemateri yang tampil pada sesi kedua, Masriadi Sambo, juga
mantan Ketua AJI Lhokseumawe. Jurnalis kompas.com ini menyampaikan tentang
Aturan Ketenagakerjaan Terhadap Pers, dilanjutkan dengan diskusi dipandu
Muhammad Fazil, wartawan portalsatu.com.
"Mengenai aturan ketenagakerjaan khususnya bagi
perusahaan pers, itu harus diperjuangkan secara serius untuk pekerja pers itu
sendiri. Karena ini sangat penting untuk jaminan kerja bagi seorang jurnalis
yang bekerja di perusahaan media. Apalagi dengan kondisi saat ini, bahkan ada
perusahaan yang merumahkan sebagian karyawannya dengan konsekuensi pemotongan
gaji, sehingga menjadi dilema bagi pekerja media," ujar Masriadi Sambo.
Selain itu, kata Masriadi, Rancangan Undang-Undang Omnibus
Law juga berpotensi mengancam kinerja pers, karena akan berpengaruh terhadap UU
Pers serta UU Ketenagakerjaan.
Saat sesi diskusi, Masriadi juga menyinggung terkait
banyaknya kasus kekerasan yang dialami jurnalis di berbagai daerah, bahkan ada
yang tidak terselesaikan.
"Akan tetapi, kita sebagai jurnalis juga perlu memahami
betul bagaimana tata cara peliputan yang benar, guna menghindari terjadinya
kekerasan dari berbagai oknum. Kita harus tahu mekanisme peliputan sesuai kaidah
jurnalistik," ujar Masriadi.
Artinya, kata Masriadi, jurnalis perlu terus mengasah
kemampuannya. "Yakinlah, jika peliputan dilakukan dengan cara yang benar
dan tahu tata caranya, maka sangat kecil kemungkinan jurnalis itu akan
mengalami kekerasan," ucapnya.[Ril]
0 Komentar